Sekilas Sejarah Dinar dan Dirham

Uang dalam berbagai bentuknya sebagai alat tukar perdagangan telah dikenal ribuan tahun yang lalu seperti dalam sejarah Mesir kuno sekitar 4000 – 2000 SM. Dalam bentuknya yang lebih standar uang emas dan perak diperkenalkan oleh Julius Caesar dari Romawi sekitar tahun 46 SM. Julius Caesar ini pula yang memperkenalkan standar konversi dari uang emas ke uang perak dan sebaliknya dengan perbandingan 12 : 1 untuk perak terhadap emas. Standar Julius Caesar ini berlaku di belahan dunia Eropa selama sekitar 1250 tahun yaitu sampai tahun 1204.
Di belahan dunia lainnya di Dunia Islam, uang emas dan perak yang dikenal dengan Dinar dan Dirham juga digunakan sejak awal perkembangan Islam baik untuk kegiatan muamalah maupun ibadah seperti zakat dan diyat.
Standarisasi berat uang Dinar dan Dirham mengikuti Hadits Rasulullah SAW, ”Timbangan adalah timbangan penduduk Makkah, dan takaran adalah takaran penduduk Madinah” (HR. Abu Daud).
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab sekitar tahun 642 M bersamaan dengan pencetakan uang Dirham pertama dalam Kekhalifahan, standar hubungan berat antara uang emas dan perak dibakukan yaitu berat 7 Dinar sama dengan berat 10 Dirham.
Berat 1 Dinar ini sama dengan 1 mitsqal atau kurang lebih setara dengan berat 72 butir gandum ukuran sedang yang dipotong kedua ujungnya. Dari Dinar yang tersimpan di musium setelah ditimbang dengan timbangan yang akurat maka di ketahui bahwa timbangan berat uang 1 Dinar Islam yang diterbitkan Khalifah Abdul Malik bin Marwan pada daulah Bani Umayyah adalah 4.25 gram, berat ini sama dengan berat mata uang Byzantium yang disebut Solidos dan mata uang Yunani yang disebut Drachma.
Atas dasar rumusan hubungan berat antara Dinar dan Dirham dan hasil penimbangan Dinar di musium ini, maka dapat pula dihitung berat 1 Dirham adalah 7/10 x 4.25 gram atau sama dengan 2.975 gram.
Sampai pertengahan abad ke 13 baik di negeri Islam maupun di negeri non Islam sejarah menunjukan bahwa mata uang emas yang relatif standar tersebut secara luas digunakan. Hal ini tidak mengherankan karena sejak awal perkembangannya kaum muslimin banyak melakukan perjalanan perdagangan ke negeri yang jauh.
Di Eropa keaneka ragaman mata uang dimulai oleh Republik Florence di Italy tahun 1252 M dengan mencetak uangnya sendiri yang disebut emas Florin, kemudian diikuti Republik Venesia dengan uangnya yang disebut Ducat.
Pada akhir abad ke 13 Islam mulai merambah Eropa dengan berdirinya kesultanan Utsmaniyah di Turki. Puncak kejayaannya tercapai pada tahun 1453 M ketika sultan Muhammad Al-Fatih menaklukkan Konstantinopel, maka terjadilah penyatuan seluruh kekuasan kesultanan Utsmaniyah.
Selama tujuh abad dari abad ke 13 hingga awal abad 20, Dinar dan Dirham adalah mata uang yang paling luas digunakan. Penggunaan Dinar dan Dirham meliputi seluruh wilayah kekuasaan kesultanan Utsmaniyah, yaitu Eropa bagian selatan dan timur, Afrika bagian utara dan sebagian Asia.
Pada puncak kejayaannya, kekuasaan kesultanan Utsmaniyah membentang mulai dari Selat Gibraltar di bagian barat hingga sebagian kepulauan nusantara di bagian timur, kemudian sebagian Austria, Slovakia dan Ukraine dibagian utara sampai Sudan dan Yaman di bagian selatan. Apabila ditambah dengan masa kejayaan Islam sebelumnya yaitu mulai dari awal kenabian Rasululullah SAW (610 M) maka secara keseluruhan Dinar dan Dirham adalah mata uang modern yang dipakai paling lama, selama 14 abad dalam sejarah manusia.
Selain emas dan perak, baik di negeri Islam maupun non Islam juga dikenal uang logam yang dibuat dari tembaga atau perunggu. Dalam fiqih Islam, uang emas dan perak dikenal sebagai alat tukar yang hakiki (thaman haqiqi atau thaman khalqi) sedangkan uang dari tembaga atau perunggu dikenal sebagai fulus dan menjadi alat tukar berdasar kesepakatan atau thaman istilahi. Dari sisi sifatnya yang tidak memiliki nilai intrinsik sebesar nilai tukarnya, fulus ini lebih dekat kepada sifat uang kertas yang kita kenal sampai sekarang.
Dinar dan Dirham memang sudah ada sejak sebelum Islam lahir, karena Dinar sudah digunakan di Romawi sebelumnya dan Dirham sudah dipakai di Persia. Kita ketahui bahwa apa yang ada sebelum Islam namun setelah turunnya Islam tidak dilarang atau bahkan juga digunakan oleh Rasulullah SAW, maka hal itu menjadi ketetapan (Taqrir) Rasulullah SAW yang berarti menjadi bagian dari ajaran Islam itu sendiri, Dinar dan Dirham masuk kategori ini.
Dinar dan Dirham tetap menjadi mata uang resmi pada negeri-negeri Islam, kemudian usang bersamaan dengan jatuhnya kekhalifahan terakhir Islam pada tahun 1924 M. Dan setelah itu alat pembayaran dalam perdagangan tergantikan dengan uang kertas hingga kini. Padahal sejarah membuktikan bahwa uang kertas sesungguhnya merupakan alat tukar penghancur dan pemusnah kekayaan negeri-negeri kaum Muslimin. Why!?
Filed in Khazanah Islam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

YAHUDI BERCADAR, HINDARI "ZINA MATA"

Neil Amstrong Tak pernah Mendarat di Bulan ???

Khalifah Ketiga: Utsman bin Affan