Khalifah Ketiga: Utsman bin Affan

Menjelang wafat, Khalifah Umar bin Khattab berpesan. Agar selama tiga
hari, imam masjid hendaknya diserahkan pada Suhaib Al-Rumi. Namun pada
hari keempat hendaknya telah terpilih seorang pemimpin penggantinya.
Umar memberikan enam nama. Mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Utsman bin
Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqas, Abdurrahman bin Auff dan
Thalhah bin Ubaidillah.
Keenam orang itu berkumpul. Abdurrahman bin Auff memulai pembicaraan dengan mengatakan siapa diantara mereka yang bersedia mengundurkan diri. Ia lalu menyatakan dirinya mundur dari pencalonan khalifah. Tiga orang lainnya menyusul mengundurkan diri. Tinggallah Utsman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib. Abdurrahman bin Auff ditunjuk menjadi penentu. Lalu ia menemui banyak orang untuk meminta pendapat mereka, namun pendapat dari mereka pun terbelah.
Imar bin Yasir mengusulkan agar Ali bin Abu Thalib yang menjadi khalifah, begitu pula Mikdad. Sementara Abdullah bin Abu Sarah berkampanye buat Utsman bin Affan. Abdullah dulu masuk Islam, lalu balik menjadi kafir kembali sehingga dijatuhi hukuman mati oleh Rasulullah saw. Atas jaminan Utsman bin Affan hukuman batal dilaksanakan. Abdullah bin Abu Sarah dan Utsman bin Affan adalah saudara sesusu.
Kondisi ekonomi Madinah usai masa dua khalifah terdahulu sudah sangat baik, sehingga dengan kondisi tersebut terjadi pergeseran perilaku pada sebagian besar masyarakat Madinah. Mereka mulai enggan pada tokoh yang kesehariannya sangat sederhana dan tegas seperti Abu Bakar atau Umar bin Khattab. Ali bin Abu Thalib termasuk tokoh yang mempunyai sikap yang serupa dengan kedua khalifah terdahulu, sedangkan Utsman bin Affan selain seorang yang sangat kaya juga pemurah. Sehingga konon, sebagian besar ummat saat itu cenderung memilih Utsman bin Affan.
Abdurrahman bin Auff, yang juga sangat kaya, memutuskan Ustman bin Affan sebagai khalifah. Ali sempat memprotesnya, namun lalu diam. Abdurrahman bin Auff adalah ipar Utsman. Mereka sama-sama berasal dari Bani Umayah. Sedangkan Ali, sebagaimana Nabi Muhammad saw, adalah dari Bani Hasyim. Sejak lama kedua keluarga itu sering bersaing. Namun Abdurrahman bin Auff mencoba meyakinkan Ali bin Abu Thalib bahwa keputusannya adalah murni dari hati nuraninya. Ali kemudian menerima keputusan itu.
Maka terpilihlah Utsman bin Affan sebagai khalifah tertua. Pada saat diangkat sebagai khalifah, ia sudah berusia 70 tahun, lahir di Thalif pada 576 Masehi atau enam tahun lebih muda ketimbang Nabi Muhammad saw. Atas ajakan Abu Bakar, Utsman bin Affan masuk Islam. Rasulullah saw sangat menyayangi Utsman bin Affan sehingga ia dinikahkan dengan Ruqayah, putri Muhammad saw. Setelah Ruqayah meninggal, Muhammad saw menikahkannya kembali dengan putri lainnya, Ummu Khulthum.
Masyarakat Madinah mengenal Utsman bin Affan sebagai dermawan. Suatu ketika dalam ekspedisi Tabuk yang dipimpin oleh Rasulullah saw, Utsman bin Affan menyerahkan 950 ekor unta, 50 kuda dan uang tunai 1000 dinar. Artinya, sepertiga dari biaya ekspedisi itu ia tanggung seorang diri. Lalu pada masa pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, Utsman bin Affan juga pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering.
Di masa kekhalifahannya, kekuatan Islam telah melakukan ekspansi. Untuk pertama kalinya, Islam mempunyai armada laut yang tangguh. Muawiyah bin Abu Sufyan yang menguasai wilayah Syria, Palestina dan Libanon membangun armada itu. Sekitar 1.700 kapal dipakainya untuk mengembangkan wilayah ke pulau-pulau di Laut Tengah. Siprus dan pulau Rodhes dikuasainya. Konstantinopel pun sempat terkepung.
Namun, Khalifah Utsman bin Affan mempunyai kekurangan yang cukup serius. Ia terlalu banyak mengangkat dan menempatkan keluarganya menjadi pejabat pada pemerintahnya. Posisi-posisi yang dianggap penting dijabat oleh keluarga Umayah. Yang paling mencolok adalah pengangkatan Marwan bin Hakam sebagai sekretaris negara, yang ditenggarai Marwan-lah sebenarnya yang memegang kendali kekuasaan di masa Khalifah Utsman bin Affan.
Pada masa itu, posisi Muawiyah bin Abu Sufyan mulai menjulang namanya, menggeser nama besar seorang sahabat seperti Khalid bin Walid. Amr bin Ash yang sukses menjadi Gubernur di Mesir, digantikan oleh Abdullah bin Abu Sarah, keluarga yang paling aktif berkampanye untuk pemilihan Utsman bin Affan sebagai khalifah. Khalifah Utsman minta bantuan Amr bin Ash agar kembali menjadi gubernur ketika Abdullah menghadapi kesulitan. Lalu setelah itu, Khalifah Utsman mengganti kembali Amr bin Ash dan memberikannyakembali kepada Abdullah bin Abu Sarah.
Untuk posisi jabatan gubernur Irak, Azerbaijan dan Armenia, Khalifah Utsman mengangkat saudaranya seibu, Walid bin Ukbah menggantikan tokoh besar Saad bin Abi Waqqas. Namun Walid tidak mampu menjalankan pemerintahan dengan baik. Akhirnya ketidak-puasan menjalar ke seluruh ummat islam saat itu. Bersamaan dengan itu, muncul pula tokoh Abdullah bin Saba. Dulu ia seorang Yahudi, dan kini menjadi seorang muslim. Ia memperoleh simpati dari banyak orang.
Abdullah bin Saba berpendapat bahwa yang paling berhak menjadi pengganti Muhammd saw adalah Ali bin Abu Thalib. Ia juga menyebut bakal adanya Imam Mahdi yang akan muncul menyelamatkan umat di masa mendatang, sebuah konsep keagamaan yang mirip dengan kebangkitan Nabi Isa a.s yang diyakini orang-orang Nasrani. Segera konsep itu diterima masyarakat di wilayah bekas kekuasaan Persia, sekarang Iran dan Irak. Pengaruh Abdullah bin Saba meluas. Khalifah Utsman tidak berhasil mengatasi masalah ini dengan arif. Sehingga Abdullah bin Saba diusir ke Mesir. Abu Dzar Al-Ghiffari, tokoh yang sangat saleh dan dekat dengan Abdullah bin Saba, diasingkan ke luar kota Madinah hingga beliau meninggal.
Suhu politik saat itu memanas. Beberapa tokoh mendesak agar Khalifah Utsman dimohon untuk mengundurkan diri. Namun Khalifah Utsman menolak. Ali bin Abu Thalib mengingatkan Khalifah Utsman agar kembali ke garis kebijakan dua khalifah terdahulu, yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab. Tetapi Khalifah Utsman merasa tidak ada yang keliru dalam menjalankan kekhalifahannya. Marwan bin Hakam sebagai sekretaris negara malah dengan lantang berseru bahwa ia siap mempertahankan kekhalifahan itu dengan pedang. Situasi tambah memanas. Pada bulan Zulkaedah 35 Hijriah atau 656 Masehi, 500 pasukan dari Mesir, 500 pasukan dari Basrah dan 500 pasukan dari Kuffah bergerak. Mereka berdalih hendak menunaikan ibadah haji, namun ternyata malah mengepung Madinah.
Ketiga pasukan tersebut bersatu mendesak Khalifah Utsman yang saat itu telah berusia 82 tahun untuk mengundurkan diri. Dari Mesir mencalonkan Ali bin Abu Thalib, dari Basrah mendukung Thalhah bin Ubaidillah sementara dari Kufah memilih Zubair bin Awwam untuk menjadi khalifah pengganti. Ketiganya menolak, dan malah melindungi Khalifah Utsman dan membujuk para prajurit tersebut untuk pulang. Namun ketiga pasukan tersebut menolak dan malah mengepung Madinah selama 40 hari. Suatu malam mereka malah masuk untuk menguasai Madinah. Khalifah Utsman yang berkhutbah menegur tindakan mereka, dilempari hingga pingsan.
Khalifah Utsman membujuk Ali bin Abu Thalib agar membujuk ketiga pasukan tersebut untuk pulang. Ali bin Abu Thalib melakukannya, dengan mengajukan syarat agar Khalifah Utsman tidak lagi terbujuk menuruti kata-kata Marwan bin Hakam. Khalifah Utsman bersedia. Atas saran Ali bin Abu Thalib, ketiga pasukan itu pulang ke tempatnya masing-masing. Tetapi tiba-tiba Khalifah Utsman, atas saran Marwan bin Hakam, mencabut janjinya. Massa marah. Ketiga pasukan yang hendak pulang kembali ke Madinah.
Muhammad bin Abu Bakar siap menghunus pedangnya, namun ia tidak jadi melakukannya setelah ditegur Khalifah Utsman. Tetapi tiba-tiba Al-Ghafiki memukulkan besi ke kepala Khalifah Utsman, sebelum Sudan bin Hamran menusukan pedangnya ke arah Khalifah Utsman. Pada tanggal 8 Zulhijah 35 Hijriah, Khalifah Utsman akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya sambil memeluk Al-Qur’an yang sedang dibacanya. Sejak peristiwa itulah, kekuasaan Islam berikutnya mulai sering diwarnai oleh tetesan darah.
Selama masa kekhalifahan, Utsman bin Affan telah membuat langkah penting bagi umat islam saat itu. Ia telah memperluas bangunan Masjid Nabawi di Madinah dan Masjid Al-Haram di Mekah. Lalu ia juga telah menyelesaikan pengumpulan naskah Al-Qur’an yang telah dirintis oleh kedua pendahulunya, ia menunjuk empat pencatat Al-Qur’an, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits, untuk memimpin sekelompok juru tulis. Kertas didatangkan dari Mesir dan Syria. Tujuh Al-Qur’an ditulisnya, masing-masing dikirim ke Mekah, Damaskus, San’a, Bahrain, Basrah, Kufah dan Madinah.
Pada masa kekhalifahannya juga, khalifah Utsman berhasil mengirimkan rombongan ekspedisi damai ke negeri Tiongkok. Pemimpin pasukan saat itu, Saad bin Abi Waqqas bertemu dengan Kaisar Chiu Tang Su dan sempat bermukim di Kanton.
Sumber : www.pesantren.net
Keenam orang itu berkumpul. Abdurrahman bin Auff memulai pembicaraan dengan mengatakan siapa diantara mereka yang bersedia mengundurkan diri. Ia lalu menyatakan dirinya mundur dari pencalonan khalifah. Tiga orang lainnya menyusul mengundurkan diri. Tinggallah Utsman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib. Abdurrahman bin Auff ditunjuk menjadi penentu. Lalu ia menemui banyak orang untuk meminta pendapat mereka, namun pendapat dari mereka pun terbelah.
Imar bin Yasir mengusulkan agar Ali bin Abu Thalib yang menjadi khalifah, begitu pula Mikdad. Sementara Abdullah bin Abu Sarah berkampanye buat Utsman bin Affan. Abdullah dulu masuk Islam, lalu balik menjadi kafir kembali sehingga dijatuhi hukuman mati oleh Rasulullah saw. Atas jaminan Utsman bin Affan hukuman batal dilaksanakan. Abdullah bin Abu Sarah dan Utsman bin Affan adalah saudara sesusu.
Kondisi ekonomi Madinah usai masa dua khalifah terdahulu sudah sangat baik, sehingga dengan kondisi tersebut terjadi pergeseran perilaku pada sebagian besar masyarakat Madinah. Mereka mulai enggan pada tokoh yang kesehariannya sangat sederhana dan tegas seperti Abu Bakar atau Umar bin Khattab. Ali bin Abu Thalib termasuk tokoh yang mempunyai sikap yang serupa dengan kedua khalifah terdahulu, sedangkan Utsman bin Affan selain seorang yang sangat kaya juga pemurah. Sehingga konon, sebagian besar ummat saat itu cenderung memilih Utsman bin Affan.
Abdurrahman bin Auff, yang juga sangat kaya, memutuskan Ustman bin Affan sebagai khalifah. Ali sempat memprotesnya, namun lalu diam. Abdurrahman bin Auff adalah ipar Utsman. Mereka sama-sama berasal dari Bani Umayah. Sedangkan Ali, sebagaimana Nabi Muhammad saw, adalah dari Bani Hasyim. Sejak lama kedua keluarga itu sering bersaing. Namun Abdurrahman bin Auff mencoba meyakinkan Ali bin Abu Thalib bahwa keputusannya adalah murni dari hati nuraninya. Ali kemudian menerima keputusan itu.
Maka terpilihlah Utsman bin Affan sebagai khalifah tertua. Pada saat diangkat sebagai khalifah, ia sudah berusia 70 tahun, lahir di Thalif pada 576 Masehi atau enam tahun lebih muda ketimbang Nabi Muhammad saw. Atas ajakan Abu Bakar, Utsman bin Affan masuk Islam. Rasulullah saw sangat menyayangi Utsman bin Affan sehingga ia dinikahkan dengan Ruqayah, putri Muhammad saw. Setelah Ruqayah meninggal, Muhammad saw menikahkannya kembali dengan putri lainnya, Ummu Khulthum.
Masyarakat Madinah mengenal Utsman bin Affan sebagai dermawan. Suatu ketika dalam ekspedisi Tabuk yang dipimpin oleh Rasulullah saw, Utsman bin Affan menyerahkan 950 ekor unta, 50 kuda dan uang tunai 1000 dinar. Artinya, sepertiga dari biaya ekspedisi itu ia tanggung seorang diri. Lalu pada masa pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, Utsman bin Affan juga pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering.
Di masa kekhalifahannya, kekuatan Islam telah melakukan ekspansi. Untuk pertama kalinya, Islam mempunyai armada laut yang tangguh. Muawiyah bin Abu Sufyan yang menguasai wilayah Syria, Palestina dan Libanon membangun armada itu. Sekitar 1.700 kapal dipakainya untuk mengembangkan wilayah ke pulau-pulau di Laut Tengah. Siprus dan pulau Rodhes dikuasainya. Konstantinopel pun sempat terkepung.
Namun, Khalifah Utsman bin Affan mempunyai kekurangan yang cukup serius. Ia terlalu banyak mengangkat dan menempatkan keluarganya menjadi pejabat pada pemerintahnya. Posisi-posisi yang dianggap penting dijabat oleh keluarga Umayah. Yang paling mencolok adalah pengangkatan Marwan bin Hakam sebagai sekretaris negara, yang ditenggarai Marwan-lah sebenarnya yang memegang kendali kekuasaan di masa Khalifah Utsman bin Affan.
Pada masa itu, posisi Muawiyah bin Abu Sufyan mulai menjulang namanya, menggeser nama besar seorang sahabat seperti Khalid bin Walid. Amr bin Ash yang sukses menjadi Gubernur di Mesir, digantikan oleh Abdullah bin Abu Sarah, keluarga yang paling aktif berkampanye untuk pemilihan Utsman bin Affan sebagai khalifah. Khalifah Utsman minta bantuan Amr bin Ash agar kembali menjadi gubernur ketika Abdullah menghadapi kesulitan. Lalu setelah itu, Khalifah Utsman mengganti kembali Amr bin Ash dan memberikannyakembali kepada Abdullah bin Abu Sarah.
Untuk posisi jabatan gubernur Irak, Azerbaijan dan Armenia, Khalifah Utsman mengangkat saudaranya seibu, Walid bin Ukbah menggantikan tokoh besar Saad bin Abi Waqqas. Namun Walid tidak mampu menjalankan pemerintahan dengan baik. Akhirnya ketidak-puasan menjalar ke seluruh ummat islam saat itu. Bersamaan dengan itu, muncul pula tokoh Abdullah bin Saba. Dulu ia seorang Yahudi, dan kini menjadi seorang muslim. Ia memperoleh simpati dari banyak orang.
Abdullah bin Saba berpendapat bahwa yang paling berhak menjadi pengganti Muhammd saw adalah Ali bin Abu Thalib. Ia juga menyebut bakal adanya Imam Mahdi yang akan muncul menyelamatkan umat di masa mendatang, sebuah konsep keagamaan yang mirip dengan kebangkitan Nabi Isa a.s yang diyakini orang-orang Nasrani. Segera konsep itu diterima masyarakat di wilayah bekas kekuasaan Persia, sekarang Iran dan Irak. Pengaruh Abdullah bin Saba meluas. Khalifah Utsman tidak berhasil mengatasi masalah ini dengan arif. Sehingga Abdullah bin Saba diusir ke Mesir. Abu Dzar Al-Ghiffari, tokoh yang sangat saleh dan dekat dengan Abdullah bin Saba, diasingkan ke luar kota Madinah hingga beliau meninggal.
Suhu politik saat itu memanas. Beberapa tokoh mendesak agar Khalifah Utsman dimohon untuk mengundurkan diri. Namun Khalifah Utsman menolak. Ali bin Abu Thalib mengingatkan Khalifah Utsman agar kembali ke garis kebijakan dua khalifah terdahulu, yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab. Tetapi Khalifah Utsman merasa tidak ada yang keliru dalam menjalankan kekhalifahannya. Marwan bin Hakam sebagai sekretaris negara malah dengan lantang berseru bahwa ia siap mempertahankan kekhalifahan itu dengan pedang. Situasi tambah memanas. Pada bulan Zulkaedah 35 Hijriah atau 656 Masehi, 500 pasukan dari Mesir, 500 pasukan dari Basrah dan 500 pasukan dari Kuffah bergerak. Mereka berdalih hendak menunaikan ibadah haji, namun ternyata malah mengepung Madinah.
Ketiga pasukan tersebut bersatu mendesak Khalifah Utsman yang saat itu telah berusia 82 tahun untuk mengundurkan diri. Dari Mesir mencalonkan Ali bin Abu Thalib, dari Basrah mendukung Thalhah bin Ubaidillah sementara dari Kufah memilih Zubair bin Awwam untuk menjadi khalifah pengganti. Ketiganya menolak, dan malah melindungi Khalifah Utsman dan membujuk para prajurit tersebut untuk pulang. Namun ketiga pasukan tersebut menolak dan malah mengepung Madinah selama 40 hari. Suatu malam mereka malah masuk untuk menguasai Madinah. Khalifah Utsman yang berkhutbah menegur tindakan mereka, dilempari hingga pingsan.
Khalifah Utsman membujuk Ali bin Abu Thalib agar membujuk ketiga pasukan tersebut untuk pulang. Ali bin Abu Thalib melakukannya, dengan mengajukan syarat agar Khalifah Utsman tidak lagi terbujuk menuruti kata-kata Marwan bin Hakam. Khalifah Utsman bersedia. Atas saran Ali bin Abu Thalib, ketiga pasukan itu pulang ke tempatnya masing-masing. Tetapi tiba-tiba Khalifah Utsman, atas saran Marwan bin Hakam, mencabut janjinya. Massa marah. Ketiga pasukan yang hendak pulang kembali ke Madinah.
Muhammad bin Abu Bakar siap menghunus pedangnya, namun ia tidak jadi melakukannya setelah ditegur Khalifah Utsman. Tetapi tiba-tiba Al-Ghafiki memukulkan besi ke kepala Khalifah Utsman, sebelum Sudan bin Hamran menusukan pedangnya ke arah Khalifah Utsman. Pada tanggal 8 Zulhijah 35 Hijriah, Khalifah Utsman akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya sambil memeluk Al-Qur’an yang sedang dibacanya. Sejak peristiwa itulah, kekuasaan Islam berikutnya mulai sering diwarnai oleh tetesan darah.
Selama masa kekhalifahan, Utsman bin Affan telah membuat langkah penting bagi umat islam saat itu. Ia telah memperluas bangunan Masjid Nabawi di Madinah dan Masjid Al-Haram di Mekah. Lalu ia juga telah menyelesaikan pengumpulan naskah Al-Qur’an yang telah dirintis oleh kedua pendahulunya, ia menunjuk empat pencatat Al-Qur’an, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits, untuk memimpin sekelompok juru tulis. Kertas didatangkan dari Mesir dan Syria. Tujuh Al-Qur’an ditulisnya, masing-masing dikirim ke Mekah, Damaskus, San’a, Bahrain, Basrah, Kufah dan Madinah.
Pada masa kekhalifahannya juga, khalifah Utsman berhasil mengirimkan rombongan ekspedisi damai ke negeri Tiongkok. Pemimpin pasukan saat itu, Saad bin Abi Waqqas bertemu dengan Kaisar Chiu Tang Su dan sempat bermukim di Kanton.
Sumber : www.pesantren.net
Komentar
Posting Komentar